KESEDERHANAAN DALAM HITAM PUTIH

Warna secara psikologis punya pengaruh terhadap rasa. Warna-warna tertentu menjadi simbol dari sesuatu. Merah misalnya melambangkan keberanian, hitam melambangkan kemurungan, putih melambangkan kesucian. Warna-warna terang melambangkan keceriaan. Warna hitam putih adalah warna yang menunjukkan kesederhanaan.

Dalam dunia fotografi, warna merupakan salah satu elemen penting dalam membuat suatu karya foto. Menatap karya foto hitam putih, kadang menimbulkan kesan yang lain. Kadang timbul eksotis, mistis, religis dan menunjukkan pernyataan yang lebih bermakna mendalam. Pernyataan Ansel Adam seniman fotografi abad ini "Forget what it looks like. How does is feel?" Menjadi tak berlebihan dalam kontek ini.

Kesederhanaan sebuah kata yang mudah sekali diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan. Dalam kondisi bangsa yang mempunyai utang ribuan trilyun, kesederhanaan menjadi kata kunci yang semestinya dilakukan mulai dari pejabat kelurahan sampai pejabat paling tinggi beserta wakil-wakil rakyatnya. Mereka semestinya bisa menjadi panutan masyarakat.

Apakah mereka bisa menjadi panutan dalam hal kesederhanaan ?....................................................

Justru dalam kehidupan petani, nelayan, buruh, orang yang terpinggirkan kadang kita malah bisa menemukan contoh kesederhanaan.

Bisakah kita berkesederhanaan? .............................

Minggu, 19 Desember 2010

Telephotography

SUARA PEMBAHARUAN, YUDANTO PRAYITNO

Istilah "telephotography" hakekatnya merupakan pemotretan yang dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan lensa panjang atau lensa telefoto (telephoto lens). Lensa telefoto atau sering disebut lensa tele adalah lensa dengan panjang fokusnya lebih panjang dari lensa standar atau normal. Pada kamera format 35 mm lensa standar mempunyai panjang fokus 45 mm sampai 55mm. Panjang fokus sendiri merupakan jarak dari titik bakar lensa kelapisan emulsi film pada badan (body) kamera.
Ada pula yang menyebutkan bahwa "telephotography" adalah pemotretan close up pada jarak jauh dengan memakai lensa tele. Pemotretan close up akan menghasilkan ukuran kesan pada film dengan subyeknya berbanding 1:20 sampai 1:1. Berbeda dengan makro atau mikro. Kalau makro subyek yang direkam dengan ukurannya seperti kenyataan atau lebih besar dari kenyataan, atau bisa dikatakan gambar negatif dibandingkan dengan subyeknya sendiri berbanding 1:1 sampai 20:1. Sedangkan mikro perbandingan ukuran gambar dan subyeknya kira-kira 20:1 sampai 1000:1.
Pemotretan dengan menggunakan lensa tele banyak dilakukan para penggemar fotografi. Apalagi fotografer yang bekerja di media massa. Untuk meliput suatu pertandingan sepak bola misalnya, maka tak mungkin mendekat ke subyek pada saat pertandingan berlangsung. Jalan satu-satunya adalah menggunakan lensa tele. Pada saat pemotretan kepala negara atau orang penting lainnya, karena faktor keamanan tidak bisa dekat-dekat, maka perlu menggunakan lensa tele untuk mendekatkan subyek. Atau saat pemotretan binatang yang berbahaya bila didekati, maka lensa tele sangat berperan disini.
Selain kemudahan dan keuntungan bila menggunakan lensa tele, terdapat pula kendala yang harus diperhatikan. Antara lain goyangan kamera karena lensa tele relatif panjang dan berat. Kontras yang rendah pada sebuah subyek karena pengambilan gambar yang jauh jaraknya. Jarak yang jauh juga menimbulkan kecenderungan warna biru yang disebabkan kabut atmosfir. Serta gelombang/getaran udara yang cukup kuat bisa menimbulkan kekaburan.
Untuk mengatasi kendala goyangan bila kita memotret dengan lensa tele bisa dilakukan dengan mempergunakan kecepatan rana setinggi-tingginya (paling lambat 1/100 detik). Menggunakan penyangga tambahan untuk lensanya selama pemotretan atau bisa pula diletakkan tabung lensa pada tembok, kap mobil, menjepit erat-erat pada benda yang kokoh seperti sisi bangunan, pohon dan lain-lain. Guna menambah kestabilan kamera pemotret hendaknya membuka kakinya lebar, siku-siku diletakkan erat-erat pada rusuk dan menekan bagian belakang kamera keras-keras pada kening dan pipi. Bisa pula menggunakan tripod.

Optimal
Sebelum melakukan pemotretan dengan lensa tele perlu mengetahui sifat-sifat lensa tele supaya dapat menggunakannya secara optimal. Dengan pengetahuan tentang sifat-sifat lensa tele diharapkan akan lebih bisa mengembangkan kreatifitas.
Lensa tele mempunyai sifat mempersempit sudut pandang, mendekatkan pandangan, ruang ketajamannya lebih sempit, perspektif lebih padat, diafragma terbesarnya lebih terbatas serta lensa tele itu berat hingga mudah menimbulkan goncangan.
Sudut pandang merupakan sudut yang terbentuk dari titik bakar lensa dengan elemen lensa yang terdepan. Untuk lensa tele ada yang mempunyai sudut pandang sampai dua derajat. Kalau sudut pandang lensa standar 46 derajat maka lensa tele kurang dari itu, hingga pada pemotretan dengan jarak dan subyek sama dalam bidang negatif 24x36 mm akan nampak lebih besar gambarnya. Di sini lensa tele bekerja seperti teropong, bisa mendekatkan pandangan (subyek yang jauh kelihatan besar).
Lensa tele mempunyai panjang fokus lebih panjang daripada lensa standar, ini berarti akan menghasilkan ruang ketajaman lebih sempit. Dengan sifat ini kita bisa lebih mudah membuat gambar dengan latar belakang kabur. Namun dengan ruang ketajaman yang sempit ini kalau memotret dengan lensa tele harus lebih teliti mengatur tajam pemotretan.
Tampaknya lensa tele mempunyai perspektif lebih padat, artinya subyek yang jauh digambarkannya lebih besar daripada semestinya, oleh karena itu tampak lebih dekat. Ini bisa dilihat bila kita memotret dengan lensa tele, dua buah subyek ada perbedaan jarak beberapa meter kebelakang akan nampak seperti dalam satu bidang.
Berbeda dengan lensa normal, bukaan diafragmanya akan lebih terbatas. Misalnya untuk lensa normal bukaan maksimal diafragmanya bisa mencapai f/1,2 tapi untuk lensa tele bukaan maksimal f/2 atau bahkan mungkin f/5,6.
Perlu pula diperhatikan sifat lensa tele yang berat, yang bisa sampai 5,5 kg, ini akan merepotkan dan menimbulkan goyangan bila kita tidak mempunyai kiat menanggulanginya.

Jenis Lensa
Pada umumnya lensa dibagi menjadi lensa sudut lebar, lensa standar (normal) dan lensa tele. Ada yang membagi lensa sudut lebar menjadi lensa sudut lebar (wide angle lens),  lensa sudut ultra lebar (ultra wide angle lens) dan lensa mata ikan (fish eye lens). Demikian pula lensa tele dibagi lagi menjadi lensa tele pendek (short telephoto lens), lensa tele panjang (telephoto lens), lensa tele super panjang (super telephoto lens), dan lensa tele refleks (reflex telephoto lens).
Lensa tele pendek mempunyai panjang fokus 85 mm sampai 105 mm. Lensa ini sering disebut "lensa potret" karena banyak dipakai untuk memotret  wajah meskipun bisa pula kita memotret wajah dengan lensa normal. Tapi bila kita memotret wajah dengan lensa normal untuk memperoleh proyeksi wajah yang memenuhi bidang negatif kita harus memotret dari jarak dekat. Ini bisa menimbulkan distorsi pada gambarnya. Dengan lensa tele ini kita bisa memotret dari jarak yang lebih jauh untuk memperoleh proyeksi wajah yang memenuhi bidang negatif tanpa distorsi.
Pemakaian lensa tele pendek selain untuk potret kapala sampai bahu, dapat pula untuk foto olahraga, jurnalistik dan lain-lain.
Lensa tele panjang mempunyai panjang fokus 135 sampai 300 mm. Kegunaan lensa ini sudah termasuk khusus dan dibutuhkan ketrampilan khusus pula. Kebanyakan dipakai untuk pemotretan olahraga, wildlife, foto jurnalistik dan lain-lain.
Lensa tele super panjang mempunyai panjang fokus 400 sampai 1000 mm. Lensa jenis ini kebanyakan sudah dilengkapi dengan dudukan untuk tripod supaya kamera dapat tetap diam (tidak bergerak). Lensa ini digunakan untuk memotret subyek yang jauh sekali atau berbahaya yang tidak dapat didekati.
Lensa tele refleks mempunyai konstruksi khusus yaitu menggunakan sejenis kaca yang memantulkan bayangan ke dalam tabir pengamat. Biasa digunakan untuk pemotretan olahraga, wildlife, efek khusus dan lain-lain.
Harga sebuah lensa tele, biasanya mahal. Perlu pertimbangan yang matang baik dari segi manfaat dan segi kemampuan keuangan bila akan membeli serta berkreasi dengan teknik "telephotography". (Yudanto Prayitno)

Mengenal Subjek Pemotretan

SUARA PEMBAHARUAN, YUDANTO PRAYITNO


Sebuah karya foto tidak akan pernah ada bila tidak ada subjek yang dipotret. Pengenalan subjek yang dipotret ini penting untuk dapat menghasilkan sebuah karya foto yang baik dan menarik..
Sangat banyak macam dan ragam subjek pemotretan. Dari segi ini saja bisa dikatakan bahwa dunia fotografi sangat luas cakupannya. Tidak hanya manusia sebagai subjek yang bisa diabadikan, namun segala yang berada di jagat raya ini bias diabadikan. Mulai yang besar bentuknya sampai dengan bakteri satu sel pun bias diabadikan, tapi tentu saja memerlukan alat bantu berupa mikroskop.
Di dunia fotografi subjek pemotretan bisa digolongkan menjadi subjek utama atau yang menjadi focus of interest, subjek sekunder, subjek statis, subjek dinamis, subjek yang berwujud dan subjek yang tidak berwujud.
Setiap pemotret yang akan menghasilkan karya foto perlu sekali menerapkan kejelian serta pemahaman terhadap subjek. Mana yang akan dijadikan subjek utama dan dan mana subjek sekunder. Hingga sebuah karya foto bias disajikan secara utuh dan sempurna.
Bila foto tidak bisa menonjolkan subjek utama atau dengan kata lain antara subjek utama dan subjek sekunder penonjolannya sama, maka karya foto akan menjadi rancu dan kurang menarik.
Subjek utama (focus of interest) biasanya satu, bisa berupa binatang, anak-anak, olahragawan dan masih banyak lagi yang bisa dijadikan subjek utama. Namun perlu adanya subjek sekunder sebagai pendukung subjek utama, supaya karya foto menjadi menarik.
Latar Belakang
Subjek sekunder yang perlu kita perhatikan adalah latar belakang, latar depan, cakrawala, serta langit bila pemotretan di alam bebas.
Latar belakang ini, menuntut perhatian sebesar perhatian subjek utama bila ingin menghasilkan karya foto yang memuaskan. Contoh klasik yang sering dipakai adalah bila subjek utama berupa kapala manusia maka perhatikan latar belakangnya jangan sampai ada pohon yang tampaknya muncul dari kepala manusia.
Contoh lain, jangan sampai latar belakang sama suasananya dengan subjek utama baik warna maupun coraknya, hingga penonjolan subjek utama berkurang bahkan jangan sampai latar belakangnya yang lebih menarik dari subjek utama kita.
Untuk memisahkan subjek utama dengan latar belakangnya dapat dilakukan dengan membuat latar belakangnya kabur, membuat subjek utama lebih cerah daripada latar belakangnya, pada film hitam putih dapat dilakukan dengan permainan filter.
Misalnya subjek utama dan latar belakang, merah serta hijau, ini akan Nampak warna abu-abu yang sama. Supaya dapat dipisahkan subjeknya, maka ditambah filter agar satu tampak lebih cerah dan yang lain lebih gelap.
Latar belakang terletak di belakang subjek utama, sedangkan latar depan terletak di depan yang bisa menciptakan kesan kedalaman atau kontras antara dekat dan jauh.
Latar depan sering digunakan dengan maksud membingkai subjek utama. Contoh pada foto yang dibuat dari pintu, jendela atau dua deretan cabang-cabang pohon yang terletak di depan subjek utama.
Membingkai ini akan lebih berhasil bila diikuti kontras antara gelap dan terang, gelap pada latar depannya.
Cakrawala cukup penting pula diperhatikan karena ini akan membagi foto menjadi dua bagian, daratan (tanah) dan langit. Letak cakrawala mempunyai pengaruh utama pada kesan sebuah karya foto. Makin rendah cakrawala, makin luas daerah langit, akan nampak lebih bebas. Sebaliknya makin tinggi cakrawala, makin sempit langitnya, memberikan suasana berat dan bersifat duniawi.
Langit sebagai subjek sekunder juga mempengaruhi hasil pemotretan. Langit yang setiap saat bisa berubah, perwujudannya ditentukan oleh suasana atmosfir dan letak matahari.
Dari kedua faktor inilah akan tercipta variasi yang tak terbatas. Maka untuk mendapatkan langit yang sesuai dengan subjek utama, pemotret harus menunggu.
Misalnya memotret sebuah gedung, pemunculan langit sebagai subjek sekunder dapat diatur dengan cara pemotret menunggu langit yang cocok dengan subjek gedung atau dapat dimanipulasi dengan memakai filter untuk mendukung penampilan gedung yang kita potret.
Statis
Subjek statis mempunyai sifat tidak bergerak/diam, kecuali bila digerakkan oleh kekuatan dari luar.
Banyak contoh subjek statis seperti pemandangan alam, bunga, pohon-pohon, seni bangunan dan lain-lain.
Dengan sifat yang tidak bergerak ini pemotret mempunyai lebih banyak waktu untuk mengabadikan, sehingga pemotret dengan leluasa mempelajari subjek dari berbagai sudut pemotretan, berbagai kondisi pencahayaan atau mungkin dengan pemilihan teknik pemotretannya.
Subjek dinamis mempunyai sifat bergerak dan berubah-ubah. Subjek yang tergolong dalam kelompok ini misalnya anak-anak, hewan, peristiwa olahraga dan lain-lain.
Yang perlu diperhatikan pada subjek dinamis adalah gerakan dan perubahan tidak pernah tepat sama, hingga bila sekali saat momen penting terlewatkan, maka hilanglah untuk selama-lamanya.
Dengan alasan takut terlewatkan inilah kadang seorang pemotret menghabiskan film yang cukup banyak agar supaya tidak kehilangan gambar yang terbaik. Ini sering terjadi pada fotografer media massa.
Keberhasilan kita mengabadikan subjek dinamis terletak pada kemampuan mengamat-amati, kemampuan melihat dan memperkirakan momen penting yang akan terjadi serta diperlukan kesiap-siagaan.

Berwujud
Subjek berwujud berupa semua yang mempunyai bentuk dan dapat diindra. Sedangkan subjek tak berwujud bisa berupa gagasan, ide, konsep, perasaan, emosi serta getaran jiwa.
Sangat mudah menghasilkan subjek yang berwujud tanpa mengungkapkan sifat-sifat yang tak berwujud.
Misalnya, sangat mudah mengabadikan anak-anak namun bagaimana mengabadikan anak-anak yang mempunyai ekspresi sedih atau gembira, ini belum tentu setiap pemotret bisa melakukannya.
Mengabadikan subjek tak berwujud harus melalui perantara subjek berwujud. Misalnya perasaan gembira atau sedih bisa dilihat pada ekspresi wajah.
Kesan sensual bisa terlihat pada ekspresi dan gaya seorang model. Pemotret yang mengerjakan iklan biasanya memperhatikan subjek yang tak berwujud ini.
Sifat tak berwujud biasanya dipakai pada foto promosi sebuah produk. Seorang konsumen akan mengamati foto kalau emosinya tersentuh.
Subjek berwujud dan tak berwujud akan saling melengkapi, demikian pula subjek utama dan subjek sekunder. (Yudanto Prayitno)   

Kamis, 16 Desember 2010

Cahaya Dan Pencahayaan

SUARA PEMBAHARUAN, YUDANTO PRAYITNO

Apa yang terjadi bila di dunia ini tidak ada cahaya matahari, mungkin kehidupan akan terhenti. Cahaya matahari begitu pentingnya di dunia kehidupan baik tumbuhan, hewan serta manusia. Demikian pula di bidang fotografi, begitu pentingnya cahaya untuk menimbulkan gambar pada sebuah film serta pada saat proses pencetakan sebuah film.
Cahaya matahari merupakan sumber utama fotografi sebelum adanya teknologi cahaya buatan. Cahaya matahari yang tampak putih sebenarnya terdiri dari susunan cahaya berwarna yang disebut spektrum. Adanya spektrum ini dibuktikan oleh Isaac Newton pada tahun 1665. Melalui bantuan sebuah prisma Isaac meloloskan seberkas cahaya matahari ke dalam sebuah ruang gelap, maka terurailah berkas cahaya matahari itu menjadi susunan cahaya berwarna. Cahaya tersebut berturut-turut adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru serta ungu.
Daerah cahaya matahari yang dapat dilihat melalui daerah gelombang elektromagnetik adalah 400 nanometer dan 700 nanometer (1nm = 1/1.000.000.000 meter). Inilah cahaya yang dapat dilihat sebagai cahaya putih yang sebenarnya terdiri dari cahaya berwarna atau spektrum.
Mata kita bisa melihat perbedaan panjang gelombang dalam bentuk warna. Cahaya dengan panjang gelombang 350 nm tampak oleh kita sebagai cahaya biru, cahaya dengan panjang gelombang 520 nm sebagai cahaya hijau, dan cahaya dengan panjang gelombang 700 nm sebagai cahaya merah. Bagi seorang pemotret yang perlu diperhatikan dalam memotret yang berhubungan dengan cahaya adalah kecerahan, warna serta arahnya.
Kecerahan cahaya merupakan ukuran kuatnya cahaya (intensitas), dengan memilih kekuatan cahaya maka pemotret bisa mempengaruhi penampilan (kesan) subyeknya pada sebuah karya foto. Cahaya suram yang remang-remang misalnya akan menampakkan rasa penuh rahasia. Ini terlihat bila kita memotret matahari saat terbit maupun tenggelam. Selain kesan, kekuatan cahaya juga berpengaruh terhadap lama atau sebentarnya waktu pencahayaan

Suhu Warna
Warna cahaya sangat berpengaruh pada hasil pemotretan dengan film berwarna. Misalnya kalau kita memotret dengan film berwarna untuk cahaya siang (daylight film) atau film yang dibuat seimbang pada cahaya siang sekitar 5.500 derajat Kelvin, maka hasilnya akan berbeda bila sebagai sumber cahaya adalah matahari dan lampu. Hasil foto selembar kertas putih akan kebiruan bila diterangi dengan cahaya matahari dan kemerahan bila diterangi dengan cahaya lampu. Selain film siang hari film berwarna ada juga untuk cahaya foto 3400 derajat Kelvin dan cahaya lampu tungsten 3200 derajat Kelvin.
Orang yang mula-mula menetapkan satuan ukuran suhu warna adalah Lord Kelvin (1824-1907). Ini didasarkan kenyataan kalau sepotong besi dipanaskan, mula-mula warnanya merah. Makin panas besi itu warnanya berubah menjadi putih, makin panas lagi warnanya menjadi biru. Oleh karena itu satuan suhu warna adalah derajat Kelvin.
Cahaya matahari terbit dang tenggelam mempunyai suhu warna berkisar 2000-2500 derajat Kelvin. Dua jam sesudah matahari terbit dan dua jam sebelum tenggelam mempunyai suhu warna 4500 derajat Kelvin. Tengah hari tepat 5400 derajat Kelvin. Matahari sedikit dilindungi awan 5500-5600 derajat Kelvin. Cuaca cerah langit biru 6000-6500 derajat Kelvin. Langit sangat biru tanpa awan bisa sampai 20000 derajat Kelvin.
Cahaya lampu pijar 100 watt mempunyai suhu warna 2900 derajat Kelvin. Lampu tungsten 3200 derajat Kelvin. Lampu neon (putih-panas) 3700 derajat Kelvin. Lampu kilat elektronik 6000 derajat Kelvin. Makin tinggi derajat Kelvin, makin biru warna cahaya, makin rendah derajat Kelvin makin merah cahaya itu.

Sumber Cahaya
Ada beberapa sumber cahaya yang dapat dipakai dalam dunia fotografi. Pertama cahaya alam (natural light) yang paling baik adalah matahari karena mampu memberikan semua spektrum warna yang diperlukan untuk suatu pencahayaan tertentu yang kita butuhkan. Selain itu film yang umum dipakai dibuat seimbang pada suhu warna siang hari (matahari).
Kedua, cahaya seadanya (available light) merupakan gabungan dari cahaya alami dan cahaya-cahaya lain yang ada disekitar subyek yang akan kita foto. Cahaya tambahan ini bisa merupakan pantulan sinar matahari baik langsung maupun tidak serta cahaya lampu yang ada didalam sebuah ruangan.
Ketiga, sumber cahaya buatan (artificial light) adalah sumber cahaya yang sengaja dibuat, ditata sedemikian rupa sehingga karakteristik sangat mirip dengan sumber cahaya alam. Contoh sumber cahaya buatan adalah lampu kilat (elektronic flash). Jenis lampu kilat ini biasanya berbentuk kecil, mudah dibawa-bawa dan memakai sumber daya baterai.
Lampu kilat ini biasanya hanya mempunyai kekuatan (guide number) GN yang relatif kecil biasanya antara GN 14 sampai GN 60. Sumber cahaya buatan lain adalah studio flash, lampu kilat studio ini memakai sumber daya dari tenaga listrik (PLN), mempunyai kekuatan relatif besar mulai dari GN 45 sampai GN 200.
Ada lagi sumber cahaya buatan yaitu lampu studio (studio lighting). Peralatan ini menggunakan lampu fotografi (photoflood bulb). Kekuatan cahaya yang dihasilkan oleh lampu ini lebih ditentukan oleh besarnya daya (watt) lampu tersebut.

Pencahayaan
Untuk memotret subyek, film harus mendapatkan pencahayaan. Pencahayaan sebenarnya merupakan pengaturan takaran cahaya atau pengaturan banyaknya cahaya pantulan dari subyek yang dipotret yang diperlukan emulsi film untuk dapat merekam subyek dengan baik.
Pengaturan ini dilakukan dengan mengatur bukaan/lubang diafragma dan kecepatan rana yang kita pakai sangat tergantung keadaan cuaca bila kita memotret di luar ruangan (outdoor) atau sumber cahaya buatan yang kita pakai bila memotret di dalam ruangan (studio) serta kecepatan film (ASA/DIN) yang kita pakai.
Takaran cahaya yang akan mengolah emulsi film tidak boleh kelebihan (over) maupun kekurangan (under). Hasil foto bila kelebihan pencahayaan akan terlalu terang, warnanya tipis dan tanpa detail. Sedangkan foto yang kekurangan pencahayaan akan tampak terlalu gelap, warnanya terlalu tebal dan detailnya tertutup.
Usahakan pencahayaan film setepat mungkin meskipun film mempunyai toleransi penyinaran (kesanggupan film menampung kelebihan atau kekurangan pencahayaan tanpa membawa akibat buruk bagi hasil pemotretan). Hal ini perlu supaya diperoleh foto dengan ketebalan dan keseimbangan warna tepat serta jelas semua detailnya.
Pemotretan harus memperhatikan pula arah pencahayaan yang akan menimbulkan efek serta kesan yang berlainan pada karya foto. Ada beberapa kemungkinan pencahayaan bila subyek dipotret dengan sumber matahari menurut posisi subyek terhadap matahari.
Pertama pencahayaan dari depan, arah cahaya matahari yang menerangi subyek datangnya tepat dari depan berarti dari atas belakang si pemotret. Arah cahaya ini akan menerangi subyek secara merata, tidak ada bagian yang gelap, kesan timbul tak tampak (datar) serta tidak memberi rasa tiga dimensi.
Kedua, pencahayaan dari belakang, sumber cahaya tepat di belakang subyek, sehingga belakang subyek itulah yang mendapat cahaya dan bagian depannya tidak tercahayai. Sering pencahayaan belakang dinamakan siluet.
Ketiga, pencahayaan dari samping. Cahaya datangnya tepat dari kanan atau kiri orang yang menghadap lensa kamera. Gambar bagian kiri atau kanan subyek saja yang terang, bagian yang berlawanan menjadi gelap, menimbulkan kontras yang terlalu besar pada gambar foto.
Keempat, pencahayaan lewat bahu si pemotret. Cahaya matahari datangnya dari arah belakang, agak kesamping bahu si pemotret, menghasilkan ada bagian yang banyak mendapat cahaya, ada yang sedang dan ada yang sedikit. Hasil foto akan tampak timbul dan memberi rasa tiga dimensi.
Arah pencahayaan di studio bisa dilakukan secara bottom lighting, back lighting, high 45 lighting, top lighting, side lighting serta front lighting atau kombinasi, artinya cahaya bisa dari beberapa arah. (Yudanto Prayitno)

Selasa, 14 Desember 2010

Objek Wisata Sebagai Lokasi "Hunting"

SUARA PEMBAHARUAN, YUDANTO PRAYITNO

Bagi penggemar fotografi, berburu foto (hunting) merupakan penyaluran hobi yang sangat menarik dan mengasyikan. Hunting bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Bisa di hutan pedalaman, puncak gunung, kutub bumi, dasar lautan ataupun di tempat wisata (objek wisata).
Objek wisata sangat banyak macam dan ragamnya. Ada objek wisata pantai, danau, pegunungan, air terjun, taman bunga, taman buah, kebun raya, museum. Peninggalan peradaban masa lalu misalnya candi dan masih banyak lagi objek wisata yang bisa ditemui.
Di Indonesia objek wisata bisa digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu berupa wisata budaya dan wisata alam (ekowisata). Wisata budaya bisa berupa keanekaragaman budaya mulai dari seni tari, pahat, adat istiadat dan lain sebagainya.
Wisata alam (ekowisata) berupa kekayaan alam Indonesia yang diantaranya keanekaragaman flora dan fauna serta keindahan alam tropis. Ini bisa dilihat di kawasan-kawasan konservasi alam yang dapat berupa taman nasional atau hutan wisata. Bagi petualang yang juga punya hobi fotografi, taman nasional merupakan tempat yang cocok untuk menyalurkan kedua hobi tersebut. Karena akan banyak tantangan yang akan dihadapi, dan disinilah kesabaran serta keuletan akan diuji.
Objek wisata sering dijadikan tempat berburu foto (hunting) mungkin disebabkan karena mudah dicapai, murah, resikonya juga lebih sedikit dibanding dengan lokasi yang jarang (belum pernah) dijamah manusia. Lokasi yang demikianlah yang dicari para petualang.
Objek wisata pada umumnya mudah dicapai karena sudah banyak dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Namun untuk taman nasional yang berjumlah 31, infrastrukturnya belum memadai dan masih memerlukan pemikiran lebih lanjut untuk menarik wisman (wisatawan mancanegara).

Wisata Pantai
Bagi penggemar fotografi subyek foto di pantai yang eksotik adalah saat matahari terbit atau tenggelam. Pemandangan ini sering menghabiskan bingkai film karena pemotret tidak ingin kehilangan kejadian tersebut. Selain pemandangan, di pantai banyak subjek ini didasarkan bahwa Indonesia merupakan negara yang jumlah pulaunya belasan ribu.
Pantai merupakan objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara terutama pantai di pulau Bali.
Selain pantai, akhir-akhir ini kegiatan berburu foto di bawah air mulai marak. Berburu foto dengan menyelam memerlukan pengetahuan tidak hanya teknik memotret yang baik tapi harus pula mengetahui dasar serta teknik menyelam dengan benar.
Pemotretan dengan menyelam di bawah laut memerlukan peralatan khusus yang serba kedap air (waterproof). Ada kamera yang khusus dirancang untuk bawah air. Namun bisa pula kamera yang biasa digunakan di atas air dipakai, tapi harus dilengkapi dengan perlindungan kamera dari air yang sering disebut housing.
Pemandangan bawah laut di Indonesia banyak dikenal oleh penyelam dalam dan luar negeri, terutama di Indonesia bagian Timur yang belum banyak terjadi kerusakan. Di bawah laut bisa ditemui terumbu karang yang beraneka ragam bentuk serta warnanya dan ikan-ikan hias yang cantik.
Objek wisata pantai dengan segala macam kegiatannya menarik untuk diabadikan, namun perlu pula diperhatikan sifat air laut yang korosif. Untuk itu perlu jika kamera tidak digunakan hendaknya dimasukkan dalam tas, serta setelah dipakai perlu perawatan yang benar. Perhatikan pula pasir pantai yang tertiup oleh angin, maka jangan mengganti film di daerah yang berpasir karena dikawatirkan pasir yang tertiup angin akan masuk ke dalam bodi kamera.

Wisata Pegunungan 
Wisata pegunungan biasanya menyajikan keindahan alam, kekayaan flora dan fauna. Inilah subjek yang menarik untuk diabadikan, dan merupakan buruan kita bila pergi ke daerah pegunungan. Keindahan alam bisa berupa sawah yang bertrap-trap, perkebunan teh, air terjun, sungai yang mengalir deras di atas bebatuan atau mungkin matahari terbit dan tenggelam dari dataran tinggi.
Untuk kekayaan flora dan fauna banyak ditemukan di konservasi alam. Hunting flora dan fauna di alam (habitatnya) memerlukan kekuatan fisik, mental serta dituntut adanya kesabaran. Terkadang untuk mendapatkan satu jenis foto binatang memerlukan waktu yang cukup lama. Diperlukan pula peralatan yang memadai misalnya lensa tele supaya buruan kita tidak terusik kegiatannya dan bila binatang itu buas/berbahaya kita masih bisa memotret dalam jarak yang aman.
Hunting subjek binatang bisa pula dilakukan di kebun binatang dan taman safari. Namun kendala yang dihadapi pemotret di kebun binatang adalah membuat karya foto yang nampak seperti di habitat aslinya karena di kebun binatang umumnya binatang dimasukkan dalam sangkar (kandang). Kemungkinan lain berburu foto binatang adalah di taman safari yang memang dibikin mirip seperti habitat aslinya.
Untuk subjek tanaman yang sering menarik perhatian pemotret adalah bunga. Selain bunga yang mungkin juga buah. Berburu subjek foto tersebut bisa dilakukan di kebun, taman nasional atau kebun raya. Sekarang sudah ada pula taman bunga dan taman buah, tinggal bagaimana kita menghasilkan karya foto yang cantik dengan komposisi menarik.
Wisata pegunungan yang pada dasarnya adalah wisata alam memerlukan persiapan alat yang disesuikan dengan lokasi pemotretan dan subjek buruan kita. Karena peralatan yang dibawa mungkin akan tidak sama bila kita memotret hamparan sawah, air terjun, binatang liar ataupun lainnya.
Untuk bunga misalnya kita perlu membawa lensa makro, air terjun supaya mendapat efek air yang menarik perlu membawa tripod serta cable release untuk menahan goyangan bila kita memakai kecepatan rana rendah. Lensa tele untuk tidak mengusik binatang buruan kita dan lain-lain.

Wisata Museum
Museum, merupakan salah satu bentuk wisata budaya di Indonesia. Selain dari keragaman budaya, seni dan adat-istiadat yang berada di Nusantara.
Biasanya, di museum tempat dikumpulkannya benda-benda buatan manusia atau yang berhubungan dengan kebudayaan, kegiatan serta keberadaan manusia pada masa lalu. Benda-bendanya diletakkan dalam tempat/kotak yang terlindungi oleh kaca. Hal ini perlu diperhatikan para pemotret, karena bila memotret menggunakan lampu kilat akan memantul. Kiranya pemotret memerlukan filter polarisasi untuk mengurangi cahaya yang memantul dari kaca.
Selain subjek foto benda-benda dalam museum, mungkin bangunan museum itu sendiri yang menarik untuk diabadikan bila kita hunting di museum.
Objek wisata di Indonesia cukup banyak. Kalau kita menjadikan objek wisata menjadi lokasi hunting perlu adanya persiapan dan perencanaan, objek wisata yang bagaimana yang akan dikunjungi. Setelah itu diperkirakan subjek foto yang menarik baru kemudian menentukan peralatan yang mesti dibawa yang disesuikan dengan lokasi dan subjek yang akan diabadikan. Dan yang tak kalah penting adalah keberuntungan kita dilapangan, ini menyangkut cuaca alam. (Yudanto Prayitno)   

Jumat, 10 Desember 2010

Kreativitas Pemotret Menentukan Hasil Foto

SUARA PEMBAHARUAN, YUDANTO PRAYITNO

       Sebuah karya foto sebenarnya merupakan perpaduan antara kemampuan alat dan kemampuan manusia. Kemampuan alat berupa segala fasilitas yang dimiliki sebuah kamera beserta alat tambahannya (aksesoris), sedangkan kemampuan manusia adalah segala kelebihan yang dimiliki baik berupa akal, pikiran, nurani serta rasa seni.
       Kemampuan manusia ini akan sangat berlainan antara manusia satu dan lainnya. Hingga sebuah karya foto tidak akan mungkin tepat sama. Hasil foto akan sama bila berupa reproduksi. Kemampuan alat sangat berperan pada sebuah karya foto karena memang fotografi itu sendiri adalah melukis/menulis dengan cahaya yang dibantu alat berupa kamera. Sebuah karya foto dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain macam serta sifat subyeknya, pribadi fotografernya, konsep dan teknik pemotretan (pelaksanaan pemotretan).
       Seorang fotografer dituntut untuk mengetahui macam serta sifat subyeknya. Tidak bisa seorang fotografer menghasilkan karya yang menarik tanpa mengetahui dan mendalami subyek itu sendiri. Misalnya, kita akan memotret peristiwa olah raga, paling tidak kita harus tahu peraturan permainan olah raga itu. Hingga tahu saat-saat kapan akan menghasilkan foto yang menarik. Memotret fashion, dituntut mengetahui gaya-gaya yang berkesan sensual, berkesan anggun, berkesan menarik itu yang bagaimana dan lain sebagainya. Memotret anak, dituntut kita tahu karakter anak dan saat-saat kapan anak akan menampakkan ekspresi ceria. Saat bermain saat yang paling tepat untuk menampilkan ekspresi yang ceria tersebut. Memotret binatang kita dituntut pula mengetahui tingkah laku binatang (animal behavior) untuk menghasilkan karya unik dan menarik. Memotret acara pernikahan, kita perlu tahu tata urutan acara tersebut, guna mempermudah persiapan dan pelaksanaan pemotretan.
Pengetahuan sifat dan macam subyek akan mempermudah pada saat pelaksanaan pemotretan, karena kita tahu saat-saat kapan kamera akan diarahkan dan dijepretkan kesubyek. Dengan mengetahuinya kita bisa pula mengurangi biaya pemotretan yang disebabkan pemakaian film yang terlalu banyak (berlebihan).
       Pribadi seorang fotografer juga berperan dalam menghasilkan sebuah karya foto. Pribadi ini berhubungan dengan pendidikan, pengalaman, kegemaran (kecenderungan pilihan), serta rasa seni seorang fotografer. Kegemaran fotografer sangat berlainan antara satu fotografer dengan fotografer lainnya. Ada yang kegemarannya memotret gadis cantik, bangunan, binatang, anak-anak atau pemandangan. Hingga kadang seorang fotografer diperintah untuk memotret hal yang tidak disenanginya maka hasilnya pun akan kurang menarik dan tidak maksimal. Seorang yang punya sifat berpetualang akan lebih suka memotret di luar ruangan (outdoor photography) dibanding harus berkutat dengan botol-botol minuman, botol minyak wangi atau produk rokok untuk menghasilkan sebuah karya foto.
       Konsep terhadap subyek, perlu diterapkan pula oleh seorang fotografer untuk menghasilkan sebuah karya foto. Karya foto yang akan dibuat pakai film apa? Warna atau hitam/putih (BW)? Pakai film negatif atau positif (reversal)? Ukuran film yang dipakai berapa? Menggunakan teknis pemotretan yang bagaimana? Pendekatan subyektif atau obyektif? Dan lain-lain. Pemilihan film warna atau hitam/putih berhubungan dengan sifat subyek. Kalau memang warna-warni merupakan sifat subyek yang paling penting maka alangkah baiknya memakai film warna. Contoh warna-warni merupakan ciri khas dari subyek bunga, burung-burung, buah-buahan, matahari terbit/tenggelam, lukisan serta mode wanita. Bila warna bukan yang terpenting tapi bentuk ruangan dan cahaya yang diutamakan maka pemakaian film hitam/putih lebih baik digunakan. Pemilihan film negatif atau positif (reversal) ini tergantung fotografernya dan masing-masing film mempunyai keuntungan dan kelemahannya. Keuntungan negatif film misalnya, warna atau pencahayaan yang salah dapat diperbaiki pada saat pembuatan cetakan, ini tidak bisa dilakukan pada film positif. Film positif tidak mungkin membuat perbaikan setelah foto selesai, maka pencahayaannya harus sempurna (optimal), serta setiap pemotretan merupakan aslinya, hingga bila rusak atau hilang foto kita tidak dapat diganti. Film negatif dapat dicetak sebanyak-banyaknya dan hasil cetakan dapat dikirim ke barbagai tempat dalam waktu yang sama. Ini tidak bisa dilakukan bila kita pakai film positif. Kelemahan bila memakai film negatif yaitu tidak mungkin meneliti dari negatif namun harus menunggu contoh cetakannya. Bila waktu yang menjadi pertimbangan maka memakai film positif sangat dianjurkan, karena waktu antara pemotretan dan saat melihat hasil akhir lebih singkat.
       Pendekatan subyektif atau obyektif yang harus dipilih seorang fotografer. Bila pendekatan obyektif yang dipilih maka fotografer akan menyajikan karya menurut kenyataan tanpa mengungkapkan pendapat pribadinya. Subyek lebih diutamakan daripada bentuk penyajiannya. Sedangkan pendekatan subyektif, fotografer dengan sengaja berusaha mengungkapkan perasaan, pandangan atau mungkin pendapatnya terhadap apa yang dilihatnya. Disini pengetahuan mengenai subyeknyalah yang sangat penting. Pendekatan ini mengungkapkan lebih banyak mengenai fotografernya dibanding pendekatan obyektif.
       Teknis pemotretan (pelaksanaan pemotretan) berhubungan dengan sarana dan prasarana yang ada. Apakah memakai lensa sudut lebar, lensa normal atau lensa tele? Apakah memakai cahaya alam, cahaya buatan atau cahaya seadanya? Pemilihan teknis pemotretan ini juga mempengaruhi suatu karya foto.
       Publik yang dituju bisa mempengaruhi sebuah karya foto. Misalnya untuk kalangan menengah ke atas (mewah) dalam karya fotonya biasanya menimbulkan kesan yang wah. Ini nampak dalam pemotretan untuk iklan produk yang pasarnya untuk kalangan mewah.
       Banyak hal yang bisa mempengaruhi sebuah karya foto, namun yang tak kalah penting adalah kemauan untuk berkarya dan terus berkarya serta kreatifitas seorang fotografer. ( Yudanto Prayitno)

Jumat, 03 Desember 2010

Kesederhanaan Dalam Hitam Putih

Warna secara psikologis punya pengaruh terhadap rasa. Warna-warna tertentu menjadi simbol dari sesuatu. Merah misalnya melambangkan keberanian, hitam melambangkan kemurungan, putih melambangkan kesucian. Warna-warna terang melambangkan keceriaan. Warna hitam putih adalah warna yang menunjukkan kesederhanaan.
Dalam dunia fotografi, warna merupakan salah satu elemen penting dalam membuat suatu karya foto. Menatap karya foto hitam putih, kadang menimbulkan kesan yang lain. Kadang timbul eksotis, mistis, religis dan menunjukkan pernyataan yang lebih bermakna mendalam. Pernyataan Ansel Adam seniman fotografi abad ini "Forget what it looks like. How does is feel?" Menjadi tak berlebihan dalam kontek ini.
Kesederhanaan sebuah kata yang mudah sekali diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan. Dalam kondisi bangsa yang mempunyai utang ribuan trilyun, kesederhanaan menjadi kata kunci yang semestinya dilakukan mulai dari pejabat kelurahan sampai pejabat paling tinggi beserta wakil-wakil rakyatnya. Mereka semestinya bisa menjadi panutan masyarakat.
Apakah mereka bisa menjadi panutan dalam hal kesederhanaan ?....................................................
Justru dalam kehidupan petani, nelayan, buruh, orang yang terpinggirkan kadang kita malah bisa menemukan contoh kesederhanaan.
Bisakah kita berkesederhanaan? .............................

Selasa, 23 November 2010

Fotografi dan Kepedulian Sosial

KOMPAS, YUDANTO PRAYITNO


Salah satu sifat fotografi adalah otentisitas. Artinya gambar yang dibuat merupakan pantulan dari kenyataan. Dengan sifat inilah kadang sebuah hasil pemotretan lebih menyakinkan daripada ribuan kata-kata. Hasil pemotretan kadang mampu menggetarkan pemirsa, sehingga seseorang bisa ikut merasakan atau ikut merenungi apa yang sesungguhnya terjadi pada sebuah karya foto.
Banyak sekali yang bisa diabadikan untuk menghasilkan sebuah karya foto. Mulai benda yang ada di sekitar kita sampai benda di luar angkasa seperti bulan, bintang, matahari misalnya. Mulai dari masalah kejadian di sekitar kita sampai masalah-masalah yang menarik perhatian khalayak ramai seperti bencana banjir yang beberapa waktu lalu terjadi di DKI jakarta, bencana letusan gunung Merapi, banjir bandang Wasior, tsunami di Mentawai ataupun kemiskinan yang masih dialami saudara-saudara kita di sini.
Seorang fotografer bebas menentukan subyek bidikannya. Juga ia bebas menentukan kapan pengambilannya, bagaimana sudut pandangnya, bagaimana pencahayaannya, sampai pilihan subyek yang sangat menarik hati nuraninya atau kecenderungan pilihannya. Ada fotografer yang cenderung ke fashion photography, industrial photography, wild-life photography, fine art photography, atau yang bergerak di media massa (photojournalism). Fotografer media massa dituntut untuk peka pada masalah-masalah yang sedang ramai (menjadi perhatian khalayak).
Jadi tugas seorang fotografer media massa ialah menelusuri aspek-aspek subyek yang akan menarik minat paling banyak dari khalayak ramai, kemudian menyajikannya dalam bentuk gambar yang indah. Fotografer media massa itu harus memiliki ketrampilan teknik yang dibutuhkan untuk dapat mengabadikan sesuatu dengan indah. Untuk itu ia harus berimajinasi untuk menemukan gambar yang akan diabadikan.
Untuk menjadi fotografer media massa bisa dimulai dari bawah dengan membuat gambar dan mengirimkan ke media massa daerah. Jangan langsung mengirimkan ke media massa yang berskala nasional atau internasional, karena akan menghadapi saingan dari mereka yang sudah menguasai teknik dan pengalaman luas.

Namun bisa pula seorang amatir atau masyarakat umum menghasilkan sebuah karya foto jurnalistik dengan nilai berita besar, yang biasanya secara tidak sengaja atau kebetulan. Seperti karya Virginia Schau yang berjudul Keajaiban diambil saat Virginia sedang berekreasi dengan beberapa temannya. Saat itu ia menyaksikan sebuah truk besar mengalami kecelakaan di sebuah jembatan. Seorang temannya memberi pertolongan pada sopir truk, sementara Virginia menjepretkan kameranya. Karya foto Virginia ini menjadikan ia wanita pertama yang meraih hadiah Pulitzer untuk kategori foto.
Karya John Gilpin, seorang penggemar fotografi di Sydney, Australia, dia menjepret sebuah pesawat jet DC-8 Japan Airlines saat lepas landas. Setelah film diproses ia baru mengetahui bahwa pada hasil jepretannya terlihat gambar seorang pemuda terjatuh dari pesawat itu. Kemudian foto itu dipublikasikan ke seluruh dunia. Foto yang unik dan luar biasa ini merupakan bukti tentang kenyataan adanya seorang pemuda yang mencoba menumpang pesawat di roda namun terjatuh dan tewas.
Cara terbaik bagi seorang amatir untuk memperoleh pengalaman ialah dengan jalan berkarya dan terus berkarya atau magang pada ahli kenamaan dengan sabar untuk memperoleh pengalaman dan peluang.
Sebagai fotografer media massa atau fotografer amatir yang kecenderungannya pada masalah sosial serta kemanusiaan (human interest), mereka dituntut untuk memiliki kepekaan hati nurani yang lebih dibandingkan fotografer lain.
Kalau kita lihat karya-karya foto pemenang hadiah foto jurnalistik Pulitzer, kita akan dibawa ikut merasakan apa yang sesungguhnya terjadi. Hati nurani kita seakan diketuk dan kepedulian sosial kita mungkin akan timbul dan bangkit, untuk memperhatikan dan membantu saudara-saudara kita yang miskin dan kelaparan di belahan dunia. Seperti karya Kevin Carter, yang menggambarkan kelaparan di Sudan. Kevin begitu gemilang menjepret seorang anak kurus kering yang sedang sekarat ditunggui seekor burung kondor pemakan bangkai. Karya Kevin memperoleh Pulitzer 1994, sebuah penghargaan tertinggi karya pers di Amerika Serikat.
Karya fotografer freelance Charles Porter yang menggambarkan seorang petugas pemadam kebakaran sedang menggendong anak berusia satu tahun yang menjadi korban peristiwa pemboman di Oklahoma, terpilih sebagai peraih hadiah penghargaan tertinggi Pulitzer tahun 1996, yang diumumkan di Universitas Columbia. Paling tidak tersirat dalam karya foto itu adanya kesan, yang kuat seharusnya memperhatikan serta melindungi yang lemah.
Karya foto Eddie Adams, seorang fotografer asal Amerika Serikat yang memenangkan hadiah foto jurnalistik Pulitzer tahun 1969. Dalam karyanya ia menampilkan komandan polisi Vietnam Selatan, Brigjen Nguyen Ngoc Loan, sedang menembak seorang Vietkong yang menjadi tawanannya. Foto yang diabadikan di medan pertempuran kota Saigon tanggal 1 Februari 1968 tersebut ternyata sangat berhasil dalam melukiskan kekejaman dan kekotoran perang Vietnam. Dengan melihat foto tersebut, orang bisa merenungi dan merasakan apa yang sesungguhnya terjadi dengan peperangan.
Karya James Nachtwey tahun 1993 mendapatkan penghargaan tertinggi dari The Word Press Photo Foundation berupa penghargaan World Press Photo of The Year. James mengabadikan korban kelaparan di Somalia. Dalam karyanya terlihat seorang wanita kurus kering dengan posisi membungkuk membawa seorang mayat yang telah terbungkus kain kafan di padang yang tandus.
Karya foto Larry Towel, dari Kanada yang pada World Press Photo 1994 berhak atas Golden Eye Trophy. Foto tersebut menggambarkan anak-anak Palestina yang tinggal di sepanjang Jalur Gaza sedang mengacungkan pistol. Kejadian tersebut direkam Larry Towel pada bulan mei 1993 ketika terjadi gelombang aksi protes terhadap pendudukan tentara Israel di Jalur Gaza. Lagi-lagi orang dibawa untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi di Palestina.
Atau karya-karya foto di media massa yang menggambarkan banjir di DKI Jakarta, tsunami di Mentawai, banjir bandang di Wasior, letusan gunung Merapi, dll. Kepedulian sosial masyarakat akan terketuk dan sebisa mungkin ikut membantu atau paling tidak ikut merasakan, bagaimana kalau yang kena bencana rumah kita.
Dari karya-karya foto yang mendapatkan penghargaan bisa ditarik sebuah "benang merah" dari subyek yang berwujud berupa subyek yang tak berwujud seperti ide yang orisinal, konsep, perasaan, emosi serta getaran jiwa yang terdapat dalam sebuah karya foto.
Memang menghasilkan karya foto yang bisa membangkitkan atau menimbulkan rasa kepedulian sosial bila orang melihat memerlukan pemahaman terhadap aspek-aspek subyek yang dipotret serta kepekaan fotografer terhadap subyek selain penangkapan momen yang tepat. (YUDANTO PRAYITNO).

Minggu, 21 November 2010

Kartu pos kalah dengan teknologi

Danto's Post Card, Commodities are increasingly rare postcards. The postcard was defeated technology. Danto’S POST CARD is a commodity postcards with the theme of broadcasting. Interested can email, PM, FB, SMS to +6208158038987. 50 ex. Rp.150.000 for Indonesia region including postage. (50 ex. U $ 100). No donations. RECs. 0005279566 Bank BNI 46