KESEDERHANAAN DALAM HITAM PUTIH

Warna secara psikologis punya pengaruh terhadap rasa. Warna-warna tertentu menjadi simbol dari sesuatu. Merah misalnya melambangkan keberanian, hitam melambangkan kemurungan, putih melambangkan kesucian. Warna-warna terang melambangkan keceriaan. Warna hitam putih adalah warna yang menunjukkan kesederhanaan.

Dalam dunia fotografi, warna merupakan salah satu elemen penting dalam membuat suatu karya foto. Menatap karya foto hitam putih, kadang menimbulkan kesan yang lain. Kadang timbul eksotis, mistis, religis dan menunjukkan pernyataan yang lebih bermakna mendalam. Pernyataan Ansel Adam seniman fotografi abad ini "Forget what it looks like. How does is feel?" Menjadi tak berlebihan dalam kontek ini.

Kesederhanaan sebuah kata yang mudah sekali diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan. Dalam kondisi bangsa yang mempunyai utang ribuan trilyun, kesederhanaan menjadi kata kunci yang semestinya dilakukan mulai dari pejabat kelurahan sampai pejabat paling tinggi beserta wakil-wakil rakyatnya. Mereka semestinya bisa menjadi panutan masyarakat.

Apakah mereka bisa menjadi panutan dalam hal kesederhanaan ?....................................................

Justru dalam kehidupan petani, nelayan, buruh, orang yang terpinggirkan kadang kita malah bisa menemukan contoh kesederhanaan.

Bisakah kita berkesederhanaan? .............................

Selasa, 25 Maret 2014

Alat Pencetak Foto

Alat Pencetak Foto


Alat cetak tradisional yang disebut kotak pencetak biasa digunakan dengan penyinaran lampu petromaks atau listrik yang berkekuatan kurang lebih 40 wat. Kotak pencetak sudah digantikan alat canggih yang disebut enlarger.

Enlarger
Enlager adalah alat pembesar gambar, yang tersusun dari beberapa bagian. Di mana antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya terkoordinasi dalam satu sistem kerja untuk melakukan proses pencetak gambar dari film negatif.
Ada dua macam Enlanger :
-          Untuk cetak foto warna
-          Untuk cetak foto Hitam putih

1. Enlarger Foto Berwarna
   Pada Enlanger untuk cetak warna terdapat beberapa piranti tambahan yang mendasari perbedaan dengan enlanger untuk cetak hitam putih.

  1. Infra Red – Reflektor Sistem
Menangkap seluruh warna sinar yang diprodusir oleh lampu halogen. Juga berfungsi sebagai pengurang efek panas dari lampu. Cahaya yang terpancar dari reflektor tidak lagi merupakan sinar yang dipancarkan lampu, tetapi telah berubah karakter menjadi sinar “ UV” (Ultra Violet).

B. Triple Filter Color

     Adalah : Cyan (C), Magenta (M), dan Yelow (Y)
     Dari sistem enlager foto color, sinar yang dibiaskan oleh reflektor infra merah akan menghasilkan warna sinar UV. Selanjutnya sinar UV tersebut, disaring oleh ketiga filter color menjadi kombinasi warn-warna yang akan dan mampu menerjemahkan semua warna yang terdapat pada negatif warna.  Sistem pengaturan warna, dari porsi sedikit hingga pada porsi banyak dalam sebuah gambar foto. Diatur oleh perangkat sensor color yang terdapat pada enlarger.

C. Right Engle Reflektor

     Fungsi : Pengurang panas dari sinar yang berasal dari lampu yang akan mengenai film, juga akan bertindak sebagai pemantul sinar-sinar dari filter-filter cyan, magenta dan yellow.

D. Difusi Box (Mirror Tunel/ Light Pipe)

     Berbagai warna cahaya yang berasal dari Right  Engle Reflektor akan mengalami fusi dalam sistem difusi box ini.Pemantulan Sinar reflektor akan mengurangi energi dan efek panas dari cahaya tsb.  Berakibat melemahnya daya proyeksi emulsi film ke kertas foto. Untuk mengatasi hal ini, Diciptakan perangkat “ Difusi box  “ yang mampu membaurkan cahaya tersebut tanpamengurangi energi sedikitpun dari sinar tersebut.
Diagram Sistem Enlarger


Ket.
  1. Lampu Halogen
  2. Reflektor Infra merah
  3. Filter cyan
  4. Filter Magenta
  5. Filter yellow
  6. Engle replektor
  7. Difusi box/ mirror Tunel light Pipe
  8. Beberapa sistem
       - Lensa
       - Negatif Carier
       - Sistem Diafragma
       - Sistem level

Enlarger Foto Hitam Putih
Bagian-bagian Enlarger Foto Hitam Putih
A. Bagian Utama
     Peranannya sangat vital dalam menghasilkan gambar.
1. Lensa
Lensa 1 berfungsi menangkap sinar secara langsung dari bola lampu yang terlebih dahulu melalui ruang sela (difusi box). Sinar dari bola lampu yang karakternya menyebar akan dikumpulkan oleh lensa ini sebelum mengenai film . Lensa 2 berfungsi menyitakan gambar ke kertas foto.
2. Difusi Box
Mampu membaurkan spektrum sinar dari bola lampu untuk BW tanpa dilengkapi dengan lapisan kaca.
3. Sistem Diafragma
Seperti pada kamera memiliki beberapa variasi bukaan. Untuk memudahkan pencetakan gambar dari negatif  yang karakternya bermacam-macam, ( Under atau Over Exposure).
4. Lampu Enlarger Dan Lamp House
Lamp House : Tempat dimana lampu sebagai man polser tercetak. Lampu enlarger dengan berbagai karakter kekuatan pijar banyak tersedia di pasaran .
Ex. Omron Halogen Lamp
Fungsi : Menyetabilkan posisi film agar tidak goyah yang berakibat kaburnya gambar, juga berfungsi untuk mendapatkan format gambar yang bagus.
B. Bagian Pendukung
1. Tiang Penyangga
 Fungsi : Menyetabilkan posisi dan menghilangkan efek goyangan pada body alat cetak.
2. Sistem Level
 Fungsi : untuk posisi fokus dan format, juga digunakan untuk menentukan pembesaran gambar yang dikehendaki.
3. Blak Film
 Penyetabil kedudukan film yang akan dicetak.
4. Laminated Base Board
Untuk menempatkan kertas yang akan disinari atau bisa disebut sebagai meja alat cetak.


Kertas Foto
Macam-macam kertas foto hitam putih yang banyak di pasaran antara lain :
-          Chen fu B/w Paper
-          Ilford
-          Xiamen
-          Hunter
-          Sterling
-          Zuhow
-          Sea gull

Enlarger
Enlarger yang beredar dipasaran
-          Fuji moto enlarger
-          Zennit 35 mm
-          Beta II
-          Universal Alpua II
-          Axomat II
-          Oppemus III
-          Krokus Enlarger dan krokus 44
-          Durst F-30

Test Print

Untuk menyetabilkan standar mutu cetakan ada baiknya membuat standar cetak dan diafragma yang digunakan. Hal ini berguna untuk memperkirakan tingkat penyinaran yang baik Di Lab B/W kita. Yakni mulai dari paling dekat hitanya, hingga pada tingkat putih yang sempurna.

  Membuat standar Diafragma
     Bila menginginkan hasil cetakan dengan kertas penyinaran yang stabil dan rata, kita harus menentukan standar diafgragma kita pakai. Misalnya F/5,6 maka kita harus menggunakan bukaan diafragma tersebut untuk mencetak kondisi film apapun. Dengan tujuan kita bisa memperkirakan lamanya waktu penyinaran, baik pada film yang tipis maupun pada film-film tebal (Over Lighting)         
       Membuat Standar Cetakan

     Tes cetakan yang hitam sempurna bisa diperoleh dengan cara menyinari negatif yang bening sempurna. Untuk lebih akurat kita bisa membuat tes cetakan dalam bentuk “stripes tes prin” yakni cetakan dengan perbedaan selang waktu yang teratur antara yang satu dengan yang lain, misalnya masing-masing selisih 1 detik. Pada kondisi bukaan diafragma yang sama.

Karakter dan Syarat Foto Jurnalistik

"Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya didalamnya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan, dan tidak (pula) oleh jual-beli, atau aktivitas apa pun dan mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang." 
(QS An-Nur [24]: 36-37)

“Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” 
(QS. Az-Zukhruf : 11) 

Foto jurnalistik menurut guru besar Universitas Missouri AS, Cliff Edom adalah paduan kata words dan pictures.
Menurut Wilson Hicks, editor foto majalah Life daro 1937-1950 adalah kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya.
Ada delapan karakter foto jurnalistik yang menurut Frank P. Hoy dari sekolah jurnalistik dan telekomunikasi Walter Cronkite, Universitas Arizona, pada bukunya yang berjudul Photojournalism The Vissual Approach adalah :
  1. Fotojurnalistik adalah komunikasi melalui foto (communication photography). Komunikasi yang dilakukan akan mengekspresikan pandangan wartawan foto terhadap suatu subyek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi.
  2. Medium fotojurnalistik adalah media cetak, koran atau majalah dan media kabel atau satelit juga internet seperti kantor berita (wire servives).
  3. Kegiatan fotojurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita.
  4. Fotojurnalistik adalah paduan dari foto dan teks foto.
  5. Fotojurnalistik mengacu pada manusia. Manusia adalah subyek sekaligus pembaca fotojurnalistik.
  6. Fotojurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass audiences). Ini berarti pesan yang disampaikan harus singkat dan harus segera diterima orang yang beraneka ragam.
  7. Fotojurnalistik juga merupakan hasil kerja editor foto.
  8. Tujuan fotojurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian informasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers (freedom of speech and freedom of press).
Syarat Foto Jurnalistik

Syarat foto jurnalistik, setelah mengandung berita dan secara fotografi bagus, syarat lain lebih kepada foto harus mencerminkan etika atau norma hukum, baik dari segi pembuatannya maupun penyiarannya.
Di Indonesia, etika yang mengatur fotojurnalistik ada pada kode etik yang disebut kode etik jurnalistik. Pasal-pasal yang mengatur hal itu ada, khususnya pada pasal 2 dan 3
Pasal 2 berisi pertanggungjawaban yang antara lain : wartawan Indonesia tidak menyiarkan hal-hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan bangsa dan negara, hal-hal yang dapat menimbulkan kakacauan, hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, kepercayaan atau keyakinan seseorang atau sesuatu golongan yang dilindungi undang-undang.
Sementara pada pasal 3 berisi cara pemberitaan dan menyatakan pendapat, antara lain disebutkan bahwa wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita. Di dalam menyusun suatu berita,wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini).
Contoh penerapan dari pasal-pasal yang ada pada kode etik tersebut yaitu, misalnya dalam pembuatan foto tentang kecelakaan atau pembunuhan, tidak boleh menampakkan wajah korban, melainkan ditutupi koran atau sesuatu, atau diambil dari jarak agak jauh.
Contoh lain, foto-foto pengadilan yang dibuat dari belakang orang yang diadili, bukan dari depan, selama status orang tersebut masih tersangka, untuk menghindari penghukuman yang dilakukan oleh wartawan (trial by the press).

Lalu foto-foto yang bersifat pornografi juga tidak boleh disiarkan. Foto yang dibuat dengan teknik manipulasi komputer (grafis) juga tidak boleh disiarkan kalau tidak berdasarkan kebenaran.

Sifat Foto Berita


Sifat Foto Berita

Fotografi di dalam kerja jurnalistik mempunyai peranan yang sangat penting. Ibarat masakan, foto dalam surat kabar atau majalah dapat diumpamakan sebagai bumbu penyedap. Bahkan foto berperan untuk mempercantik wajah media cetak dan membuat pembaca tidak lelah. Apa pun dan bagaimanapun bentuk foto itu, akan merupakan variasi yang sama sekali lain dengan tulisan yang hanya berisi huruf-huruf yang teratur rapi.
Namun demikian sebagai penyedap, tidak semua foto dapat dimasukkan atau ditampilkan di surat kabar atau majalah ada kaidah-kaidah tertentu yang harus dipenuhi dalam menampilkan foto di surat kabar atau majalah.
Di majalah, foto-foto yang dipajang di sampul depan bukan sekedar pajangan. Walaupun mungkin sampul depan majalah itu merupakan etalase yang menyajikan berbagai tawaran kepada pembaca untuk memasuki ruang-ruang yang ada. Melihat-lihat isi dan akhirnya membelinya. Namun foto sampul menyiratkan satu tema atau sajian berita.
Pemuatan foto yang menyiratkan tema atau sajian berita itu biasanya memang dipakai oleh majalah-majalah berita. Sedangkan majalah-majalah yang bersifat populer, majalah keluarga atau wanita, majalah mode dsb. Cenderung memajang foto model yang menonjolkan keindahan. Foto tersebut seringkali tidak mempunyai kaitan sama sekali dengan isinya.
Prof. Dr. RM. Soelarko dalam bukunya “Fotografi untuk nafkah” menyatakan, cover majalah dapat memuat foto yang menjadi bagian dari satu cerita dalam majalah itu yang disebut “cover story”. Diambil dari segi gambar-gambar yang dibuat dalam menghimpun cerita itu, maka foto yang terpilih dengan sendirinya harus memiliki sifat-sifat
           Memiliki news content
           Disajikan dengan jelas hingga mendukung ceritanya
           Teknik dan artistik disampaikan dengan baik

         “Cover Story” atau sampul cerita itu banyak digunakan oleh majalah umum atau majalah berita yang serius sifatnya. Dengan demikian, sebenarnya foto di majalah atau surat kabar itu merupakan visualisasi suatu kejadian, peristiwa atau berita. Oleh karena itu seluruh persyaratan yang berlaku bagi penulisan berita juga berlaku bagi pembuatan foto jurnalistik.
          Daya tarik yang berlaku bagi berita seperti konflik, seks, human interest (daya tarik manusiawi), kedekatan, kebaruan dst-nya itu juga berlaku untuk foto jurnalistik. Tetapi sering kali majalah atau surat kabar yang bersifat populer cenderung untuk menonjolkan unsur seksualitas sebagai satu-satunya daya tarik, walaupun ada pula yang mencoba menampilkan unsur kriminal seperti yang terdapat pada majalh-majalah kriminal.
Khusus bagi surat kabar atau majalah olah raga, foto sampul yang dipajang selalu berkaitan erat dengan olahraga tentunya kaidah menampilkan “ cover story” pada majalah olahraga juga harus dipenuhi. Daya tarik utama yang dipergunakan untuk bidang olahraga ini adalah “Action” yang memancing emosi pembaca, apakah itu tegang, senang atau sedih.
Apapun bentuk yang disajikan oleh surat kabar atau majalah dengan memuat foto dihalaman depan atau sampul, maksud yang terkandung dibalik pemajangan foto sebenarnya mendorong masyarakat untuk membeli produk tersebut. Itu berarti foto yang dipajang harus menarik minat masyarakat untuk membelinya. Dengan kata lain sebenarnya foto tersebut berfungsi sebagai iklan. Tetapi harus dibedakan dengan foto iklan yang memang benar-benar untuk iklan.
Untuk foto iklan, daya tariknya  ditumpukan pada keindahan atau artistiknya. Sedangkan untuk foto jurnalistik, daya tariknya ditekankan pada kekuatan ekspresi kejadian atau peristiwa yang digambarkannya.
Dengan demikian foto didalam surat kabar atau majalah dapat dibedakan fungsinya sebagai iklan, penunjang berita (Ilustrasi) atau berita.
Secara khusus sebenarnya ada perbedaan yang mendasar antara foto untuk majalah yang terbit mingguan, dwi mingguan atau bulanan, dengan foto untuk surat kabar harian.
Seperti halnya berita dalam surat kabar harian yang selalu mengutamakan (Hot), foto pun memerlukan kehangatan. Namun demikian ada kelebihan foto dibandingkan dengan berita tulisan. Kelebihan tersebut terletak pada kurun waktu aktualisasinya. Sebagai visualisasi suatu kejadian, ia memiliki usia yang lebih panjang, lebih abadi . Sedangkan untuk majalah, kecepatan dan kehangatan tersebut tidak terlalu dibutuhkan.
Foto-foto dimajalah lebih dimaksudkan sebagai penunjang (Ilustrasi) tulisan yang karenanya tidak berdiri sendiri. Namun majalah dapat menyaksikan (foto) sehingga pesan yang ingin disampaikan pun lebih mudah ditangkap pembacanya. Ini yang tidak mungkin dilakukan oleh surat kabar harian, yang lebih mengutamakan tulisan daripada foto (visual). Itu sebabnya presentase foto di surat kabar sangat sedikit, sedangkan di majalah ada perimbangan antara foto dengan tulisan.
Ada persamaan sifat tulisan berita dengan foto berita yaitu sama-sama mampu mencekam emosi pembacanya untuk dibawa seolah-olah menghadapi suatu peristiwa. Tetapi harus diakui bahwa foto jauh lebih unggul dalam merekam peristiwa. Ia tidak mungkin berbohong atau menutup-nutupi bagian-bagian tertentu peristiwa itu. Ia lebih cepat ditangkap dan dimengerti, tanpa harus didahului dengan  membaca keterangannnya. Sedangkan tulisan berita membutuhkan imajinasi penulisnya untuk menggambarkan suatu  peristiwa secara lengkap. Lagipula ada emosi penulis yang ikut terbawa ketika menceritakan suatu peristiwa, sehingga pembaca pun dipengaruhi emosi penulisnya itu.

Dilihat dari perbedaanya, foto mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

A. Mudah di buat
Foto sangat mudah dibuat . Siapa pun juga dapat melakukannya. Apalagi dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, peralatan foto yang canggih ditawarkan kepada kita. Tanpa dibutuhkan pengetahuan atau keterampilan, peralatan foto yang otomatis (kamera instamatik) dapat merekam peristiwa atau kejadian yang ada didepannya.
Kini bahkan tidak sekedar merekam, kamera-kamera polaroid yang banyak dijual memudahkan kita untuk merekam peristiwa atau kejadin langsung jadi. Dengan teknologi yang lebih canggih kamera digital jauh memudahkan kita untuk merekam.

B. Akurat
Foto juga mempunyai kelebihan didalam merekam peristiwa atau kejadian. Ia selalu akurat dan tidak pernah berbohong. Ia merekam apa yang kelihatan dan menyajikannya sebagaimana adanya. Dengan demikian dalam karya jurnalistik, wartawan foto telah merekam dengan kamera dan dapat dilihat di foto.

C. Universal
Sebagai bahsa visual, foto mempunyai sifat universal. Artinya ia dapat berlaku dimana saja tanpa kita harus menerjemahkannya ke dalam berbagai bahasa. Sebuah foto akan berbicara secara visual tentang kejadian yang direkam kepada berbagai orang scara sama ; tidak akan menunjukkan dirinya berbeda diantara satu dan orang lain. Misalnya foto tentang orang terkapar di jalan, akan dimengerti oleh semua orang bahwa foto itu menggambarkan bahwa orang itu terkapar di jalan. Di Eropa, di Amerika atau di Afrika mau pun di Asia, foto seperti itu akan menimbulkan kesan yang sama bagi yang melihatnya. Ini yang berbeda dengan bahasa tulis . Bahasa tulisan perlu menggambarkan secara jelas dan tepat. Jangan sampai ada pengertian yang berbeda apabila diterjemahkan dalam bahasa yang lain, misalnya maksudnya terkapar tetapi ditempat lain diartikan sebagai tidur.

D. Visual
Berbeda dengan bahasa tulisan, foto meerupakan bahasa visual yang mudah ditangkap dan dimengerti tanpa orang harus membaca dan mencurahkan artinya.
Dengan demikian foto dapat mengatakan sesuatu kepada orang yang pandai dan yang bodoh sekaligus secara sama. Bahkan anak-anak yang belum dapat mambaca pun dapat menangkap satu pengertian tentang foto.

E. Kompak
Dilihat dari komposisi yang tersaji dalam gambar, foto dapat menjelaskan substansi berita itu secara kompak, teratur ia menyajikan gambar secara runtut sesuai dengan kejadian yang direkam. Tidak ada tumpang tindih, sehingga menimbulkan kesan gampang dimengerti dan karenanya dengan mudah pula merangsang reaksi orang yang melihatnya.

F. Selalu Aktual
Berbeda dengan tulisan yang ditandai dengan waktu penulisannya, foto tidak mengenal tanda waktu itu sifat foto yang selalu aktual itu terletak pada rekaman yang ekspresif yang selalu dapat menggugah eemosi orang yang melihatnya. Nilai aktual yang seperti itulah yang membuat foto selalu menarik . Ia merupakan dokumen otentik yang tidak dapat dibantah.

Minggu, 23 Maret 2014

Teknik Kamar Gelap

Teknik Kamar Gelap (TKG)

Kamar Gelap : Sebuah ruangan yang konstruksinya dibuat sedemikian rupa sehingga kondisi didalamnya kedap sinar (matahari atau sinar lampu putih, kamar ini dilengkapi seperangkat alat kerja untuk menghasilkan produk foto dan cucian foto.
Model Dan Konstruksi Kamar Gelap
Kamar Gelap yang bagus dan ideal tidak selalu dibuat dari bahan-bahan yang mahal tapi lebih berprinsip pada sistem penciptaan kenyamanan, keamanan dan kesehatan.
1     Konstruksi Model 1
Prioritas model ini pada pemisahan bahan cair dan yang tidak
2       Konstruksi Model 2
Konstruksi ini menekankan dan lebih memberikan keleluasaan bekerja.

3        Konstruksi Model 3
Memanfaatkan kedua sisi ruangan yang saling berhadapan satu meja untuk pencetakan gambar, sedang yang satunya untuk pemrosesan.

Ket.
  1. Enlarger
  2. Bak untuk Dev.
  3. Bak untuk fixer
  4. Bak untuk air
  5. Meja basah
  6. Meja kering
  7. Lampu pengaman
  8. Laci
  9. Kran Air
  10. Timer
A.     Alat untuk mencuci film negatif
-          Kamar gelap
-          Tabung untuk mengembangkan film bersama Reel film
-          Alat pembuka kaset film
-          Gunting
-          Gelas ukur
-          Penjepit film
-          Thermometer
-          Pencatat waktu
-          Lampu pengaman
-          Wadah berisi air hangat
-          Bahan untuk mencuci
                            - Developer
                            - Stop Bath
                            - Fixer
-          Changing Bag

B. Bahan-bahan untuk mencuci film negatif
1. Developer ( Obat  Pengembang)
Bila kita menyinari film, terjadilah perubahan dalam emulsi, yakni setiap butir perak bromida yang terkenal cahaya penyinaran berubah sifatnya secara tidak nyata/ terpendam. Setelah film yang disinari itu dimasukkan kedalam obat pengembang. Maka perak bromida berubah menjadi perak logam dan muncullah gambar hitam
Obat pengembang yang disebut dengan Developer (D) ini bermacam-macam.
Ex. - Amidol
            - Kodak D 76
             - Kodak DK 50
       - Gevaert G 20G
      - Kodak DK 20
       - Gevaert 224
       - Micradol
      - Mocranol
      - Super Brom
      - Super D
      - Minico
      - Micro MF
2. Stop Bath (Obat Penghambat)
Setelah film dikembangkan, terjadi perubahan  butir-butir perak logam. Sebelumnya sangat kecil, berkembang menjadi besar. Pengembangan ini terjadi secara terus menerus sampai dihentikan. Penghentian dilakukan dengan obat penghambat/stop bath (SB).  SB berfungsi  menghentikan sekaligus membersihkan film dari sisa-sisa obat pengembang. Perak bromida yang tidak terkena cahaya dan tidak diolah oleh obat  pengembang dengan sendirinya larut dalam stop bath.
Ex.         - Larutan Air dengan asam cuka
 - Kodak SB- 4
 - Kalium metabisulfit
3. Fixer ( Obat Penetap)
Film yang sudah dikembangkan kemudian diproses dengan obat penetap untuk membersihkan emulsi dari sisa-sisa perak biromida yang tidak terkena cahaya penyinaran dan tidak diolah obat pengembang. Sisa-sisa perak biromida yang tidak diperlukan itu harus dilenyapkan dengan obat penetap (fixer) sampai bersih.
Dengan obat penetap (fixer) ini, gambar yang dibangun oleh butir-butir perak biromida dengan obat pengembang tadi tidak dapat berubah lagi bila terkena cahaya.
Ex.        – Acifik
 - Kodak f 24
- Kodak f 5
 - Gevaert G 301 A

Selasa, 18 Maret 2014

Jenis Foto Jurnalistik


Jenis Foto Jurnalistik

Prof. Dr. R.M. Soelarko menyebutkan ada beberapa jenis foto jurnalistik.

  1. Spot News atau Foto Berita         
      Yang dimaksud dengan foto berita adalah foto tunggal yang menyajikan satu peristiwa yang beriri sendiri. Artinya, tanpa keeterangan yang berbelit-belit dan panjang lebar, pembaca surat kabar dapat atau mudah menangkap kesan adanya peristiwa yang bernilai berita. Misalnya foto tentang pejabat menggunting pita, akan menimbulkan kesan adanya peresmian suatu tempat. Walau pun foto seperti itu dapat dikatakan sebagai foto berita tetapi nilai beritanya (news Value) sangat rendah. Kadangkala bahkan foto seperti iu tidak dimasukkan dalam foto jurnalistik. Hal itu disebabkan oleh faktor seringnya atau mudah diperolehnya foto seperti itu.
Dengan demikian nilai berita pada foto jurnalistik itu terleetak pada keanehan atau ketepatan perekaman suatu peristiwa. Sebagai contoh tentang tabrakan. Apabila foto tersebut hanya menyajikan peristiwa sesudah tabrakan ada mobil penyok, disampingmya beberapa orang terkapar dan telah banyak orang mengerumuninya, foto tersebut tidak terlalu banyak berkata-kata. Apalagi bila dalam gambar itu tidak ada identitas yang dapat menyatakan tempat kejadian, pembaca akan langsung mengatakan, itu tabrakan. Tanpa keterangan lebih lanjut yang ditulis, hanya kesan tabrakan itu yang dapat ditangkap. Tetapi seandainya ada identitas yang dapat menjelaskan peristiwa itu, akan banyak menolong pembaca untuk memahaminya. Identitas yang dimaksudkan misalnya, nomor plat mobil yang menunjukkan asal mula mobil tersebut, rambu-rambu lalu lintas atau tempat kejadian misalnya pagar jalan atau gedung  yang menjadi latarbelakang kejadian dan seterusnya yang dengan mudah dapat diketahui oleh pembaca.
Dengan identitas-identitas yang ditonjolkan itu berita yang akan disampaikan kepada pembaca melalui foto itu semakin banyak. Itu seperti didalam menyajikan foto, harus diusahakan sesedikit mungkin memberikan penjelasan bersifat tulisan. Melalui foto tersebut, pembaca disodori sebanyak mungkin fakta.
Foto jurnalistik yang paling tinggi atau bobot beritanya selalu menyangkut suatu kejadian dan tepat waktu. Misalnya tentang tabrakan. Di Saat tabrakan itu terjadi ada faktor lain yang memperkuat atau menambah nilai berita. Faktor-faktor penunjangnya adalah ekspresi orang yang melihatnya, yang ada disekitar tempat itu.
Ketepatan itu yang seringkali tidak dapat direncanakan dan lebih banyak ditentukan oleh faktor kebetulan dan keberuntungan. Faktor itu yang membuat nilai foto itu menjadi tinggi. Adegannya tidak dapat diulang dan tidak dilakukan dengan pura-pura ia ada sebagaimana adanya.

b. Human interest (daya tarik manusia)
     Foto jurnalistik yang dapat digolongkan pada jenis ini berkaitan erat dengan masalah-masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan. Ia tidak terlalu asing bagi masyarakat. Hidup ditengah-tengah masyarakat dan dapat dilihat setiap saat. Tetapi foto ini menyajikan fakta yang menggugah emosi kemanusiaan, yang menyadarkan masyarakat akan harkat dan martabat manusia.
Ada pesan kuat yang ingin disampaikan melaui foto jenis ini, yaitu pesan kemanusiaan. Misalnya foto tentang kegiatan pagi hari ditepi kali. Dalam foto itu digambarkan keadaan kali yang sangat kotor tetapi ada yang mandi, gosok gigi, mencuci dan buang hajat. Dengan foto seperti itu kesadaran masyarakat akan kebersihan digugah, agar masalah tersebut menjadi pemikiran semua orang.
Dengan demikian foto jurnalistik jenis ini tidak harus memperhitungkan nilai berita atau kehangatan sebagaimana foto-foto berita. Walau pun kadang-kadang ia harus mampu berdiri sendiri tanpa harus bersandar pada penjelasan tertulis yang barangkali perlu ditambahkan adalah keterangan mengenai lokasi dan waktu pengambilan gambar. Tetapi hal itu pun tidak perlu dilakukan apabila kita dapat merekam  keterangan-keterangan itu dalam foto. Misalnyaa dengan latar belakang gedung-gedung  atau tulisan tertentu.
Yang penting dalam foto jenis ini adalah kedekatan masalah yang ingin disajikan dengan masyarakat. Sangat banyak permasalahan yang dapat kita sajikan tanpa harus mengada-ada. Sering pula masyarakat menyaksikan kejadian yang kita rekam dalam foto itu sehingga dianggap biasa. Tetapi dengan foto jenis human interest itu kita justru menyajikan hal yang biasa itu menjadi tidak biasa. Ada pesan lain yang akan kita sampaikan dari hal yang biasa itu.

     c. Foto essay
         Yang dimaksud dengan foto essay adalah serangkaian gambar atau foto yang merupakan essay. Foto kategori ini sering dianggap’”otaknya” foto jurnalistik, foto-foto ini menyajikan beerbagai aspek dari suatu masalah yang kita bahas.Misalnya rangkaian foto terdiri dari :
      - Anak-anak sekolahan (dengan seragam sekolah) bergerombol di depan kios persewaan buku.
       - Segerombolan anak sekolah yang secara sembunyi-sembunyimembaca buku porno.
       - Anak-anak sekolahan berada dikomplek pelacuran.
Dari tiga foto itu pembaca diajak untuk
Merenungkan kejadian-kejadian tersebut. Hal yang ingin kita sajikan dengan essay foto itu menyangkut kerawanan buku porno dikalangan pelajar.
Bisa juga essay foto itu dibuat tanpa  harus merupakan
Rentetan peristiwa dengan tokoh yang sama. Tetapi pesan yang ingin disampaikan utuh. 
Misalnya foto
      - Tawar-menawar antara dua orang di suatu tempat yang tersembinyi
       -  Foto poster tentang bahaya narkotika
 - Foto seorang remaja sedang menghisap rokok dan teler.
Dari rangkaian foto yang tidak ada hubungannya antara satu dengan yang lain, kita dapat menyampaikan pesan tentang bahaya narkotika.
     Apabila kita dapat menyajikan rangkaian foto secara menarik, pesan yang akan kita sampaikan melalui essay foto itu akan lebih mudah ditangkap pembaca daripada kita menyampaikannya dalam tulisan.

     d. Foto Cerita
          Hampir sama dengan foto essay, foto cerita: rangkaian foto yang serial untuk menceritakan atau melaporkan suatu kejadian kepada pembaca. Perbedaan antara foto essay dengan cerita terletak pada fakta yang disajikan . Apabila permasalahan yang disampaikan dalam foto essay tidak harus faktual tetapi lebih bersifat opini. Dalam foto cerita, pesan yang ingin disampaikan bersifat faktual.  Kejadian direkam dalam foto dan disajikan sebagai satu laporan bergambar.
Misalnya seorang wartawan foto harus meliput peperangan, ia hanya akan melaporkan situasi perang tersebut dengan foto-foto yang dibuatnya. Ia tidak harus melaporkannya secara tertulis . Tetapi apabila laporan tersebut akan dibuat secara tertulis. Ia dapat menceritakan kepada seorang wartawan tulis yang akan membantunya menuliskan laporan itu. Tetapi sebagai wartawan foto ia harus mampu menggambarkan situasi perang tersebut dengan rekaman dalam foto itu.
Di Indonesia kadang-kadang wartawan tulis dituntut untuk membuat foto. Akibatnya foto yang dibuatnya hanya merupakan ilustrasi dari laporan tertulis. Kalau pun foto yang dibuat tidak disertakan, tidak mengurangi paparan tertulis yang dibuatnya. Tetapi dipihak lain, masih jarang wartawan foto yang  mampu membuat foto cerita secara menarik. Kalau pun ada selalu didukung dengan laporan tertulis, sehingga menimbulkan kesan bahwa foto yang dibuat itu tidak cukup kuat menceritakan kejadian yang dilaporkan.
Sebagai contoh foto cerita, tentang tim sar yang sedang mencari pesawat jatuh dapat dilaporkan dengan foto-foto :
-          Lokasi tempat pencarian. Di pos komando seorang komandan tim sar menjelaskan kepada anak buahnya.
-          Tim sar yang sedang operasi. Pesawat helikopter yang sedang menurunkan anggota tim.
-          Titik pusat jatuhnya pesawat. Seseorang yang terapung-apung di laut.
-          Pesawat helikopter yang mengangkat korban
-          Korban dimasukkan ke ambulance
-          Data tentang jumlah korban yang hilang
-          Close up para korban.
Dari foto cerita tersebut pembaca surat kabar akan dapat menangkap pesan secara utuh, suatu cerita yang berdasarkan fakta.

e. Foto Humor
    Yang dimaksud foto humor adalah foto yang mengandung kelucuan. Walau pun tingkat kelucuan antara seseorang dengan orang lain berbeda. Namun kelucuan dalam foto homor harus bersifat unik dan universal. Dengan demikian semua dapat melihat kelucuannya, tanpa seseorang harus tersinggung dengan foto tersebut.
    Misalnya sebuah foto humor tentang barisan bebek yang sedang menyebrang jalan sementara kendaraan-kendaraan besar seperti truk, bis dll. Berhenti menunggu iring-iringan bebek itu. Foto seperti itu mengandung humor sangat unik.
     Dalam kehidupan masyarakat kita kadang-kadang humor itu bersifat kasar. Kelemahan orang lain cacat seseorang dijadikan obyek lawakan sehingga membuat orang lain tertawa tetapi ada orang yang harus menjadi korban. Dalam kasus seperti itu tidak ada aspek intelektual sama sekali. Padahal dalam humor aspek intelektual itu sangat penting. Bahkan dapat dikatakan esensi foto humor adalah aspek intelektual itu.
Walaupun kadang-kadang memang di dalam humor terkandung aspek sindiran yang tajam. Namun untuk sampai pada kondisi untuk menyindir itu harus terjadi olah pikir yang dalam. Sebagai contoh foto tentang polisi lalu lintas yang mengenakan tempat pistol dipinggang sebelah kanannya. Ternyata yang nampak bukan pistol tetapi sebungkus rokok.
Dalam contoh foto itu ada aspek kritik terhadap polisi. Barangkali memang tidak semua orang dapat menangkap pesan foto itu. Kalau pun sampai pada tingkat kesadaran untuk kemudian tertawa, telah terjadi olah pikir atau proses intelektual. Yang penting dalam membaut foto itu jangan memanfaatkan (mengeksploitasi) kelemahan atau cacat orang lain sebagai bahan. Oleh karena itu dibutuhkan kejelian dan rasa humor yang tinggi dalam membuat foto humor.

f. Foto Feature
Foto feature merupakan foto tunggal yang mengandung gagasan untuk disampaikan kepada orang lain. Ia bisa berupa foto tentang seni, ilmu pengetahuan atau politik dan soal-soal sosial lainnya. Berbeda dengan essay, foto feature hanya terdiri satu gambar yang mengundang berbagai penafsiran.
Oleh karena itu foto feature harus ekspresif. Misalnya foto tentang seseorang yang baru dilepas dari penjara atau pembebasan tawanan perang . Foto seperti itu dapat direncanakan maksudnya, untuk mendapatkan rekaman kejadian itu. Kita dapat mempersiapkan segalanya. Untuk itu banyak aspek yang harus dimengerti dan banyak segi yang dapat kita sajikan.

g. Foto Olahraga
Yang perlu diperhatikan tentang gerak atau aksi. Faktor ini selalu , mendapat perhatian dalam olahraga, misalnya orang lari,  perebutan bola di udara dll Selain gerak/aksi harus dibarengi dengan ekspresi. 

Jumat, 14 Maret 2014

Proses Negatif-Positif


Proses Negatif-Positif

Film berwarna mempunyai tiga lapis emulsi yang mengandung perak halida yang masing-masing peka akan cahaya biru, hijau dan merah. Berbagai benda yang di potret warnanya akan memantul ke lensa dan terus ke film, lalu merangsang satau, dua ataupun ketiga lapisan emulsi film itu.
Selain perak halida, ketiga lapisan itu mengandung bahanpembentuk warna yang disebut “Coupler” (baca: kopler). Kopler pada lapisan emulsi pertama yang peka akan warna biru membentuk bahan warna lawannya yaitu kuning. Kopler di lapisan kedua yang peka akan warna hijau akan membentuk bahan warna lawannya yaitu magenta. Dan kopler lapisan ketiga yang peka akan warna merah akan membentuk warna lawannya yaitu Cyan.

Terjadinya negatif warna (terjadinya negatif)

1. Warna-warna yang di potret berturut-turut dari kiri ke kanan: b (biru), h(hijau),m(merah), k(kuning), m(magenta), c(cyan), p(putih) dan h(hitam).
2. Tiga lapis emulsi yang mengandung perak halida dan kopler : lapisan atasnya peka biru, lapisan tangah peka hijau dan lapisan bawah peka merah. Yang terjadi setelah penyinaran, dari kiri ke kanan : cahaya biru merangsang perak halida peka warna biru, cahaya hijau merangsang perak halida peka warna hijau dan cahaya merah merangsang perak halida peka warna merah. Cahaya  kuning (hijau + merah) merangsang perak halida yang peka hijau dan merah. Cahaya magenta (biru + merah) merangsang perak halida yang peka biru dan merah. Cahaya cyan (biru + hijau) merangsang perak halida yang peka biru dan hijau. Cahaya putih (biru + hijau + merah) merangsang perak halida yang peka biru, hijau dan merah. Cahaya hitam tak berwarna. Oleh karena itu, tidak merangsang ketiga lapisan emulsi.
3. Perak halida yang terangsang membentuk gambar laten.
Tahap 1 sampai 3 terjadi setelah pemotretan.
4. Setelah film di cuci dengan obat pengembang, pada semua gambar laten terjadi pembentukan logam hitam, sekaligus dengan adanya kopler disitu terbentuk pula bahan warna negatif dari objek yang dipotret berturut-turut dari kiri ke kanan : K (kuning), M (magenta), C (cyan), M (magenta) + C (cyan), K (kuning) + C (cyan), K (kuning) + M (magenta), K (kuning) + M (magenta) + C (cyan). Pada petak terakhir tidak terbentuk warna apapun.
5. Dengan obat pemucat-penetap dilarutkan sisa-sisa perak halida dan perak logam yang tidak diperlukan, sambil menetapkan warna-warna yang telah terbentuk. Akhirnya, dengan air bersih semua larutan dihanyutkan. Maka tinggallah warna-warna yang sudah terbentuk. Dari kiri ke kanan : K (kuning), M (magenta), C (cyan), M (magenta) + C (cyan), K (kuning) + C (cyan), K (kuning) + M (magenta), K (kuning) + M (magenta) + C (cyan). Pada petak terakhir tidak terbentuk warna apapun.
6. Negatif yang sudah jadi itu kalau dilihat melalui cahaya putih menggambarkan warna-warna lawan atau warna- warna negatif dari warna-warna yang di potret yaitu : Kuning (lawan biru), Magenta (lawan hijau), Cyan (lawan merah), Biru (lawan kuning), Hijau (lawan magenta), Merah (lawan cyan), Hitam (lawan putih) dan Putih (lawan hitam).


Terjadinya Warna Pada Kertas Foto Berwarna (terjadinya positif)

1. Cahaya lampu alat pembesar yang putih itu terdiri dari cahaya biru, hijau dan merah.
2. Negatif yang disorotkan adalah negatif yang diterangkan di atas dan diletakkan terbalik. Pada petak pertama terdapat bahan warna kuning. Pada petak kedua terdapat bahan warna magenta dan pada petak ketiga terdapat bahan warna cyan. Pada petak keempat, kombinasi bahan warna cyan dan magenta yang merupakan warna biru. Pada petak kelima, kombinasi warna cyan dan kuning merupakan warna hijau dan pada petak keenam kombinasi bahan warna magenta dan kuning menjadi warna merah. Pada petak ketujuh, kombinasi bahan warna cyan, magenta dan kuning menjadi hitam. Pada petak kedelapan tidak ada bahan berwarna berarti jernih. Bahan warna pada negatif  itu menghambat cahaya berlawanan warnanya. Cahaya biru dihambat oleh bahan warna kuning. Cahaya hijau dihambat oleh bahan warna magenta dan cahaya merah dihambat oleh bahan warna cyan.
3. Kertas foto yang menampung sorotan gambar negatif, emulsinya mengandung perak halida yang pada lapisan atas peka merah, pada lapisan tengah peka hijau dan pada lapisan bawah peka biru. Cahaya sorotan lampu pembesar yang tidak terhambat, merangsang perak halida pada emulsi yang peka akan cahaya sorotan tersebut. Cahaya biru merangsang perak halida pada lapisan emulsi yang peka biru. Cahaya hijau merangsang perak halida pada lapisan emulsi yang peka hijau dan cahaya merah merangsang perak halida pada lapisan emulsi yang peka merah. Dimana emulsi terangsang disitu terbentuk gambar laten, artinya, ada tetapi tidak nampak.
Hasil Penyinaran dengan Lampu Alat Pembesar
4. Pada waktu kertas di cuci, obat pengembang membentuk perak logam hitam pada gambar laten. Dengan adanya kopler atau bahan pembentuk warna, maka dimana telah terbentuk perak logam hitam, disitu terbentuk pula bahan warna cyan pada lapisan atas, magenta pada lapisan tengah dan kuning pada lapisan bawahnya.
5. Seterusnya obat pemucat-penetap melarutkan perak logam hitam, juga perak halida yang tidak terkena cahaya, tanpa mengganggu bahan warna yang sudah terbentuk. Akhirnya, kertas itu dibilas dengan air. Air pembilas menghanyutkan sisa-sisa larutan dan obat-obatan yang masih tertinggal dalam sela-sela gelatin. Maka pada lapisan atas tinggal bahan warna cyan, pada lapisan tengah bahan warna magenta dan lapisan bawah tinggal warna kuning.
6. Kalau kita melihat gambarnya pada kertas foto itu, maka yang tampak berturut-turut warna : Cyan + Magenta =Biru, Cyan + Kuning = Hijau dan Magenta + Kuning = Merah. Selanjutnya adalah warna : Kuning, Magenta, Cyan lalu Putih. Terakhir adalah Cyan + Magenta + Kuning = Hitam. Jadi, cocok dengan objek yang dipotret, yaitu warna biru, hijau, merah, kuning, magenta, cyan, putih dan hitam.